Ibu Bukan Ibumu
Babak I
Hari
itu seperti biasa Bu Surti tampak menyapu di teras rumahnya. Sudah
hampir 5 (lima) tahun ini bu Surti menjadi buruh cuci di rumah bu Tejo,
tetangga yang jaraknya sekitar tiga rumah dari rumah bu Surti. Bu Surti
tiba-tiba cemas dan khawatir akan keberadaan Sari, anak yang diasuhnya
sejak kecil, yang belum pulang dari sekolah.
Bu Surti :
“Sampai saat ini Sari kok belum pulang juga ya…? (bu Surti tampak
begitu cemas)…Biasanya jam segini (sambil melihat ke arah jam dinding
yang terpasang di dinding rumahnya yang amat sederhana) Sari sudah
pulang.
Ada apa ya…? (bu Surti beranjak dari tempat duduknya dan melihat ke luar jendela) Padahal cuaca hari ini cerah, tidak hujan.
Ya
Allah lindungilah Sari anakku, jauhkanlah dia dari hal-hal yang dapat
membahayakan dia, Aku tidak mau kehilangan dia…karena dia sangat berarti
bagiku. Aku amat menyayangi dia. Meskipun…meskipun dia bukan anakku
kandungku sendiri…(bu Surti sedih sekali)
Sari…dimana kau Nak…? Sari…Pulanglah Nak…!Ibu sangat mengkhawatirkanmu…”
Terdengar
suara orang mengucapkan salam dari luar rumah. Serentak bu Surti sangat
gembira, dia yakin itu suara Sari, anaknya. Bu Surti segera membenahi
dandanannya dan beranjak ke luar.
Sari dan teman-temannya : “Assalamualaikum…”
Sari mengajak teman-temannya masuk.
Bu Surti : ”Waalaikumsalam…”
…aduh Sari, dari mana saja kau Nak…? Ibu sangat mengkhawatirkanmu…
Sari :
“ Ibu enggak usah khawatir ..Sari baik-baik aja kok. Tadi di sekolah
ada pelaksanaan try out, Bu, jadi pulangnya agak telat. Oh ya…,
perkenalkan Bu, ini teman-teman Sari. Teman-teman, ini ibuku…!
Wulan : ”Siang Tante, nama saya Wulan, W-U-L-A-N…”
Bu Surti : “O…ini to yang namanya Wulan, yang sering diceritakan sama Sari itu! Kalau yang ini siapa?” (menunjuk ke arah Heni)
Heni : “ Saya Heni, Tante!”
Sari : “Kalau yang ini jago karate lo, Bu. Eh…ada satu lagi teman Sari”
Dewi : “Dewi, Tante…”
Bu Surti :
“Sari, ayo ajak teman-temanmu masuk. Pasti pada capek semua. Sari,
jangan lupa ambilkan minuman untuk mereka. Oh ya…di dalam lemari ada
sedikit makanan kecil, diambil ya…!”
Sari : “Baik Bu…”
Sari
masuk ke dalam untuk mengambil makanan dan minuman untuk
teman-temannya. Sementara itu, bu Surti berbincang-bincang dengan Dewi,
Heni dan Wulan.
Bu Surti : “Bagaimana try outnya tadi…? Kalian bisa menjawab semuanya khan…?
Wulan : “…aduh Tante, solnya sulit sekali…Saya sampai keringetan ngerjakannya…”
Bu Surti : “Kalo kamu Dewi, gimana?”
Dewi : “Ya…gitu dech Tante. Ada yang bisa dan ada yang enggak…”
Heni : “Kalo Saya, bisa Tante ngerjakannya. Soalnya gampang kok Tante. (dengan gaya sombongnya) Mereka aja yang yang enggak bisa!”
Wulan : “Bisa apaan…? Bisa nyontek maksud Lu…?
Wulan dan Heni tertawa…
Dewi : “Iya nyontek…sama si Sari. Sari kan pinter Tante…”
Bu Surti :
“Sudahlah, kalian jangan saling menyalahkan. Yang penting kalian harus
rajin belajar agar pada saat UNAS nanti, kalian bisa mengerrjakan
semuanya. Jangan lupa kalian juga harus berdoa dan minta restu pada
orang tua kalian!”
Sari datang membawa makanan dan minuman. Dia segera bergabung dengan ibu dan teman-temannya.
Sari : “Pada ngobrolin apa nich…? Kok kayaknya asyik banget. ,eh ini minumannya, kalian pasti sudah haus.!”
Heni : “Wah…asyik nich ada pisang goreng. Bikin sendiri ya Sari …?” (sambil melahap pisang gorengnya)
Sari : “Iya…pisang goreng ini Ibuku lho yang buat…Enak khan…?”
Wulan& Dewi : (sambil makan, spontan mereka menjawab) “ Iya Sari, enak banget…!”
Bu Surti :
“Kalo begitu, tidak usah sungkan-sungkan. Anggap saja rumah sendiri
ya…Nah sekarang ibu tinggal dulu ya…Masih ada kerjaan di belakang.
Kalian teruskan saja ngobrolnya. Ayo, silakan diminum!”
Bu Surti meninggalkan Sari dan teman-temannya kemudian meneruskan pekerjaannya.
Sari : “Eh teman-teman, kirra-kira kita bisa enggak ya…ngerjain soal UAN nanti…tyr outnya aja sulit minta ampun…”
Dewi : “Jangan merendah gitu dong Sari, kamu kan pinter. Tadi saja si Heni nyontek ama kamu. Bener gak Lan…?”
Wulan : “Iya, itu bener tuh Sari…”
Heni : “Siapa yang nyontek? Orang gue cuma nyocokin jawaban doank…!”
Wulan&Dewi : “Itu mah sama aja Hen…”
Sari : “Sudahlah…Kalian ini kayak kucing dan tikus aja…”
Wulan : “Ngomong-ngomong kalian seneng gak sich melihat pengumuman tadi?”
Heni : “Pengumuman yang mana? Pengumuman PMDK…? Ya…jelas lah. Dengan diterima PMDK aku kan gak usah ikut SPMB lagi….”
Dewi : “Aku juga seneng lho teman-teman. Gimana dengan kamu Sari? Kok dari tadi kamu diem aja…?”
Sari : (kelihatan bingung) “…aku…aku…”
Bu Surti datang sambil membawa keranjang pakaian. Lalu dia menghampiri Sari dan teman-temannya yang sedang asyik mengobrol.
Bu Surti : “Ibu denger dari tadi sepertinya kalian asyik banget ngobrolnya. Memangnya apa yang sedang kalian bicarakan…?”
Sari : “Ini lho Bu, temen-temen pada ngomongin soal try out tadi dan juga tentang PMDK…”
Bu Surti : “PMDK…apa itu Sari. Ibu enggak ngerti…?”
Sari : “PMDK merupakan salah satu cara untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes, melainkan menggunakan nilai raport saja Bu…!”
Bu Surti : “Oh…begitu ya! Jadi, kalian ini pada mau kuliah semua ya…?”
Wulan, Heni&Dewi serempak menjawab :”…Iya Tante…”
Bu Surti : “Kamu mau nerusin kemana Lan?”
Wulan : “Saya mau nerusin ke London Tante. Kata Papa disana fasilitasnya lebih lengkap dan berkualitas gitu dech Tante…”
Heni : “Kamu mau kuliah ke London…? (sambil tersenyum sinis) Emangnya kamu bisa bahasa Inggris…?”
Wulan : “Ya tentu bisa dong Hen. Ini aku kasih contoh ‘I love You…”
Heni : “Kalau itu mah anak kecil juga bisa Lan, Oh ya… kalau saya kuliah di UI lho Tante,ambil jurusan Ekonomi Bisnis. Heni kan cinta tanah air…”
Wulan : “Eh…siapa juga yang nanya…?”
Heni : “Aku kan cuma ngasih informasi. Iya kan Tante…?”
Bu Surti : “Iya. Kalau kamu Dewi? Kamu mau kuliah dimana? Ibu pehatiin kamu kok dari tadi diem aja…?”
Dewi :
“Saya kuliah di UNESA Tante, ambil jurusan PGSD sama kayak Sari.
Kemarin kan, daftarnya bareng sama Sari Tante. Dan kita diterima lho…!”
Bu Surti : “Kok kamu enggak cerita! Jadi, kamu juga mau kuliah Sari…?”
Sari : “Iya Bu. Sari kan sudah diterima PMDK. Tapi…kalau ibu mengijinkan…”
Bu Surti :
(sambil menghela nafas) “Bukannya Ibu tidak mengijinkan, tapi…kita
dapat biaya dari mana? Kamu kan tahu sendiri Sari, penghasilan Ibu
sebagai buruh cuci saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kita
sehari-hari. Sedangkan yang Ibu tahu biaya kuliah itu mahal sekali. Lagi
pula…Ibu tidak mau berpisah jauh dari Sari…”
Sari :
“Ya sudahlah Bu…Sari enggak maksa kok Bu untuk kuliah. Meskipun enggak
bisa kuliah, Sari kan bisa bekerja untuk menambah penghasilan dan juga
masih bisa menemani Ibu. Bener kan Bu…”
Bu Surti : (dengan muka murung) “Bener…”
Wulan : “Emang, Bapak kamu kemana Sari?”
Mendengar perkataan Wulan, Bu Surti langsung terlihat gugup.
Sari :
“Ibu…ibu enggak apa-apakan…? Maaf temen-temen, mungkin Ibu agak sedikit
kaget. Sebenarnya bapakku sudah lama meninggal dunia. Aku sendiri
enggak tahu wajah aslinya. Selama ini aku mengenal dia hanya melalui
selembar foto…”
Wulan : “Maafkan aku Sari. Aku bener-bener enggak tahu…”
Dewi : “Kamu sich Lan, ngomongnya asal keluar aja. Terus…gimana masalah kuliah kamu Sari?”
Sari :
“Sudahlah teman-teman,jangan omongin soal kuliah lagi entar Ibuku
tambah stress dan penyakitnya kambuh lagi. Sari ikhlas kok. Mungkin
Tuhan belum memberikan kesempatan, mudah-mudahan tahun depan ada
kesempatan untuk kuliah, bener kan temen-temen…?”
Dewi, Heni& Wulan : “Iya bener Sari!”
Heni :
“Ngomong-ngomong, mukamu dengan ibumu kok gak sama ya Sari? Saya rasa
lebih cantik ibumu dech daripada kamu. Bener gak temen-temen…?”
Wulan : “Iya loh Sar, lebih cantik ibumu…”
Sari :
“Kalian ini ada-ada aja dech. Meskipu wajahku tidak sama, tetapi
golongan darahku sama dengan ibu. Dan ini berarti, aku anak kandung asli
ibuku. Ya kan Bu…?”
Bu
Surti tampak gugup dan kebingungan menanggapi pertanyaan Sari dan
dengan perasaan kacau, antara takut dan sedih akhirnya dia menjawab…
Bu Surti : “I…I…iya Sari,…kamu memang anakku…”
Dewi : “Kamu punya berapa saudara Sari?”
Sari : “Aku tidak punya saudara. Disisni aku hanya tinggal berdua sama ibu”
Heni : “Enak dong Sar. Kalau punya sesuatu gak usah dibagi-bagi. Enggak kayak aku yang saudaranya banyak”
Sari : “Seharusnya kamu bersyukur punya saudara. Kan ada yang membantu dan menghibur kamu”
Sementara
Sari dan teman-temannya mengobrol, bu Surti melihat ke arah jam. Lalu
dia bergegas untuk mengantarkan cucian ke rumah bu Tejo. Dia tidak ingin
terlibat dalam perrbincangan yang mengarah pada masalah pribadinya. Bu
Surti takut semua masa lalunya terungkap.
Bu Surti : (dengan wajah cemas dan gelisah) “Sudah jam 3 (tiga), Ibu mau mengantarkan cucian dulu ya ke rumah bu Tejo”
Sari : “Gak usah Bu, biar Sari aja yang nganterin cuciannya. Ibu kan sedang sakit…”
Wulan : “Tante, kami antar aja ya…pake mobil saya Tante…”
Heni : “Mobil apaan?… lah wong tadi kita kesini naik angkot juga…”
Bu Surti : “Sudah, enggak apa-apa kok! Ibu nganterin sendiri aja ya…Kalian terusin aja ngobrolnya”
Sari : “Bener Ibu enggak apa-apa…?”
Bu Surti : “Bener Sari. Ibu berangkat dulu ya…Assalamualaikum”
Bu Surti berangkat ke rumah bu Tejo dengan membawa cucian.
Sari :
“Waalaikumsalam. Eh teman-teman, kok perasaanku gak enak ya? Sebelum
Ibu pergi kok kayaknya ada yang aneh! Aku jadi khawatir sama ibu. Aku
takut terjadi apa-apa sama ibu!”
Dewi : “Gimana kalau kita ikutin aja Sari…?”
Heni : “Tapi kamu tahu kan ibumu pergi ke rumah siapa…?”
Sari : “Bu Tejo Hen”
Heni : “Iya…iya…bu Tejo”
Sari : “Iya aku tahu. Kalau begitu, sekarang kita susul ibu. Bagaimana teman-teman?”
Dewi, Heni& Wulan : ”ok dech!”
Sari dan teman-temannya pergi ke rumah bu Tejo untuk menyusul bu Surti.
Babak II
Bu Tejo dan bu Bagus tiba di rumah bu Tejo sekitar pukul 03.00 WIB. Mereka menghabiskan waktu seharian berbelanja di mal.
Bu Bagus : “…aduh Jeng, kalung yang tadi itu bagus banget ya jeng…”
Bu Tejo : “Oh maksud jeng yang liontinnya berbentuk hati itu ya Jeng
Bu Bagus :
“iya…iya yang itu jeng .eh….tau enggak, minggu kemaren waktu suamiku ke
Swiss, ia membelikan seperangkat perhiasan lho jeng, lengkap lho ada
anting, kalung, gelang, dan cincin juga lho”.
Bu Tejo : “ ah… minggu depan suamiku juga mau ke Perancis lho jeng, sekalian mau belikan aku perhiasan juga”.
Bu Bagus : “ ke Perancis!! Aduh saya jadi inget waktu saya masih tinggal di sana”.
Bu Tejo : “ oh…..jeng Bagus pernah tinggal di Perancis to…., berapa lama jeng?
Bu Bagus :”
ya…..lumayanlah sekitar 10 tahunan, kan dulu disana saya pernah jadi
model lho, masa jeng gak tau sich, saya kan dulu selalu tampil di
majalah”.
Bu Tejo : “ tapi bukan majalah play boy kan jeng?”.
Bu Bagus : “ ya bukan lah”.
Bu Tejo : “ aduh ternyata jeng Bagus ini wanita kareir yang sukses ya…saya dengar kemarin buka salon lagi ya jeng?”
Bu Bagus : “ya….maklum lah kan bisnis saya lagi berkembang. jangan lupa mampir lho jeng nanti ada diskon khusus buat jeng”.
Bu Tejo : “ bener lho jeng”.
Bu Bagus : “ oh…pasti”
( Tiba-tiba Bu Bagus memandang ke sebuah foto di sudut ruang tamu)
Bu Bagus : “ eh….jeng, itu foto siapa kok mirip sama jeng Tejo, adiknya ya jeng?”
Bu Tejo : “ kenapa, cantik ya…..? itu anak saya namanya Indah, sekarang dia lagi kursus modelling di Perancis.
Bu Bagus : “ oh……anaknya ya…..,umurnya berapa jeng?”
Bu Tejo : “ 18 tahun”
Bu Bagus : “ ( teringat sesuatu ) “ hah 18 tahun……!!berarti seusia dengan dia (sambil mengingat sesuatu).
Bu Tejo : “ dia siapa jeng?”
Bu Bagus : “ ah…bukan siapa-siapa kok”.
( tiba-tiba muncul Bi Tum dengan membawa makanan dan minuman)
Bu Tejo : “ aduh lama banget sich “.
Bi Tum :
“ maaf nyonya tadi gulanya habis, jadi saya harus beli ke warung, terus
pas nyampek di warung antrinya panja……..ng banget, belum lagi nunggu
kembaliannya kan………
Bu Tejo : “ ( memotong perkataan bi Tum) sudah-sudah kamu ini alasan saja, sudah sana pergi!”
“Maaf lho jeng kelamaan nunggu, ayo jeng diminum dulu”.
Bu Bagus : “ oh ya” (mengambil cangkir dan hendak meminumnya)
Bu Tejo : “ eh ngomong-ngomong bagaimana kabar anak jeng sekarang?”
( Bu Bagus tidak jadi meminumnya dan agak sedikit gugup)
Bu Bagus : “ apa jeng, anak saya?anak saya maksud jeng?”
Bu Tejo : “ya iyalah, emang anak siapa?”
Bu Bagus : “ anak saya….anak saya…..”.
(terdengar suara tamu mengucapkan salam)
Bu Surti : “Assalamu’alaikum, Assalamu’alaikum”.
Bu Bagus : “ jeng ada tamu tuh, menggangu saja ya jeng”.
Bu Tejo : “ sebentar ya jeng saya lihat dulu”( Bu Tejo menghampiri tamunya)
“oh…..bu Surti tho, silahkan masuk bu….”
Bu Surti : “ iya Bu, ini Bu saya mau nganterin cucian “.
(
Pada saat Bu Surti hendak menyerahkan cucian kepada Bu Tejo, secara
tidak sengaja Bu Surti melihat ke arah Bu Bagus dan dia sangat terkejut
sekali sampai keranjang cucian yang dibawanya jatuh tanpa dia sadari)
Bu Tejo :
“lho…..lho….lho…..! kok jadi berantakan semua, gimana sih Bu Surti,
sini bu biar saya bantu.”(sambil memungut pakaian yang terjatuh)
(
Bu Bagus pun menoleh pada tamu Bu Tejo dan dia pun terkejut, sampai
minuman yang ia minum tersembur dari mulutnya. Dengan gugup dia
merapikan kembali penampilannya)
Bu Tejo : “ ya sudah Bu Surti duduk saja dulu, saya mau menaruh cucian ini ke dalam”
(
menoleh ke arah Bu Bagus) “aduh jeng, kok jadi berantakan begini,tuh
lihat baju jeng Bagus basah semua. Jeng Bagus sih kurang hati-hati. Tapi
gak apa-apalah biar nanti Bi Tum saja yang beresin. saya tinggal ke
dalam dulu ya jeng”.
Bu Bagus : “ i……..i……..iya silahkan”.
(
Bu Tejo pun masuk dengan membawa cuciannya dan tinggallah Bu Bagus dan
Bu Surti. Tak lama kemudian Bu Bagus beranjak dari tempat duduknya lalu
menghampiri Bu Surti)
Bu Bagus : “eh kamu……..dasar wanita sialan …..! kemana saja kau selama ini?
( Bu Surti hanya terdiam) “ kenapa kau diam, apa kau takut padaku…?”
Bu Surti : “B………b……..b…….bagaimana kabar nyonya?”
Bu Bagus : “kenapa, apa kau berharap aku sudah mati? tak semudah itu,dimana kau sembunyikan anakku?”
Bu Surti : “ apa…..apa…..maksud nyonya?”
Bu Bagus : “apa maksudku? ah….sudahlan jangan berlagak bego. Bukankah kau tau sendiri apa yang kau lakukan belasan tahun yang lalu….”
Kau teleh merenggutnya dariku….kau telah
merampas anakku, cepat katakan Surti dimana anakku sekarang! Kembalikan
dia padaku, aku adalah ibu kandungnya!!!”( sambil mengguncang-nggincang
tubuh Bu Surti)
Bu Surti :
“ tidak……tidak……nyonya ! saya tidak merampas dia, saya tidak pernah
merampas dia dari nyonya. Tapi saya hanya ingin mengasuhnya.
Bu Bagus :
“ ya….kau asuh dia tanpa sepengetahuanku dan itu sama artinya dengan
kau merampasnya dariku, kau telah menculiknya……….ya…..kau telah menculik
anakku….kembalikan dia Surti…..kembalikan anakku….!!!”.
Bu Surti : “ tidak nyonya……tidak…..saya tidak bisa…..’.
Bu Bagus :
“ Apa maksudmu dengan tidak bisa, sadar surti kamu tidak berhak atas
dia, tapi aku……..aku yang berhak atas dia, aku ibu kandungnya surti!!!”.
(Bu Tejo muncul dari dalam rumahnya)
Bu Tejo : “E…e…e…ada apa ini kok rame-rame to…? Jeng Bagus, bu Surti ada apa toh…?”
Bu Bagus : (sambil menangis) “…perempuan ini Jeng, perempuan ini…dia…dia yang telah menculik anak saya…”
Bu Tejo : “…menculik…?” Bu Tejo jadi semakin bingung.
Bu Surti : (langsung berdiri) “Tidak…tidak…itu tidak benar Bu…”
Bu Bagus : “Percaya sama saya Jeng! Perempuan ini memang tidak tahu diri!”
Bu Surti : “Saya tidak bersalah Bu, tidak…”
Bu Tejo : “Sudah…sudah cukup, Jeng Bagus, bu Surti cukup ini rumah
saya, Jeng Bagus dan bu Surti ndak berhak bertengkar disini”
Bu Bagus : “…tapi dia…dia telah merampas anak saya Jeng…”
Bu Tejo : “sudah…sekarang tenang dulu. Cerita sama saya ada apa ini sebenarnya”
Bu Bagus : (sambil menangis) “…anak saya Jeng, dia telah memisahkan saya dengan anak saya…”
Bu Tejo : “Anak Jeng?”
Bu Bagus : “Iya Jeng anak saya…Anak yang telah saya telah lahirkan 18 tahun yang lalu…Dan dia…dia telah merampasnya dari saya Jeng…”
Sbu Surti : “Tidak…tidak…Demi Tuhan saya tidak merampas Sari dari Nyonya. Saya hanya ingin merawatnya…”
Bu Bagus :
“…merawat…selalu saja kamu bilang kalau kamu merawatnya Kamu enggak
tahu Surti, bagaimana penderitaanku tanpa adanya seorang anak disisiku…”
Bu Surti :
“…penderitaan…? Apa arti seorang anak bagi nyonya? Nyonya hanya
mementingkan kekayaan, karier dan popularitas saja tanpa memperdulikan
anak Nyonya…”
Bu Bagus :
“…sudahlah. Kamu tahu apa Surti? Memangnya kamu tahu apa tentang hidup
yang aku jalani? Aku banting tulang siang malam mencari nafkah, dan kamu
tahu semua ini untuk siapa? Untuk anakku Surti, semua ini untuk Sari…”
Bu Surti :
“…tapi…Sari tidak pernah mendapat kasih sayang. Apakah Nyonya tahu itu?
Ketika Sari menangis siang dan malam membutuhkan ASI. Tahukah Nyonya
apa yang Nyonya lakukan? Nyonya keluar dan sibuk mencari popularitas.
Dan saya tidak tega melihat Sari terus-terusan menangis seperti itu.
Dan…saya…saya ingin merawatnya…”
Bu Bagus :
“ cukup Surti. Cukup! Kau bukan ibu kandungnya… aku….. ibu kandungnya.
Aku yang telah mengandung dia selama 9 bulan. Aku juga mempertaruhkan
nyawaku agar dia bisa lahir ke dunia ini. Kau tidak berhak atas dia.
Selama apapun kau merawatnya kamu tetap bukan ibu kandungnya. Aku yang berhak memiliki dia. Jadi kembalikan dia padaku, kembalikan…“
Sementara
itu, diluar rumah bu Tejo tampak sari dan teman-temannya yang sedang
mendengarkan pembicaraan Bu bagus dan Bu surti. Sari tidak tahan
mendengar semua ini dan ia ingin segera masuk ke rumah bu Tejo namun
dihalangi oleh teman-temannya.
Bu Bagus :”
baik Nyah…… saya akan memenuhi permintaan Nyonya. Saya tahu saya bukan
ibu kandungnya dan hanya nyonya yang berhak memiliki Sari. Tapi biarlah
Sari yang memilih diantara kita siapa ibu yang terbaik untuknya…”
Tiba-tiba Sari masuk setelah berusaha dicegah oleh teman-temannya. Bersamaan dengan ini, Dewi, teman Wulan pingsan karena shock dan takut.
Sari :”Assalamu’laikum
(dengan lemas menghampiri Bu Surti), Bu….Sari sudah mendengar semua
yang ibu bicarakan ,kenapa ibu merahasiakan ini dari Sari Bu…..?”
Bu Surti :”…maafkan
Ibu nak, Ibu tidak berniat membohongimu selama ini, tapi ibu tidak mau
kehilanganmu. Dialah ibu kandungmu, ikutlah bersamanya Sari “
Bu Bagus :”Sari…..aku adalah ibumu, bukan wanita itu. Kemarilah Sari dia tidak sebaik yang kau kira.
(berbicara kepada Bu Surti) “ dasar wanita tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih
Sari
berbicara kepada Bu Surti dan tidak menghiraukan Bu Bagus) ”tapi,…..ibu
Sari hanyalah ibu seorang. Sari sayang sama ibu, sungguh-sungguh
menyayangi ibu. Apa ibu tidak menyayangi Sari lagi….?”
Bu Surti “tidak
nak, jangan berkata seperti itu…ibu selalu menyayangimu, dari kecil ibu
mengasuhmu dan selalu menyayangimu seperti anak ibu sendiri. Tapi
bagaimanapun juga dia adalah ibu kandungmu yang berhak atas dirimu” (
kemudian Bu Surti berdiri).
Bu Bagus :”
hai….Surti sialan, jangan kau kotori pikiran anakku. Kau memang
benar-benar wanita jahat, tidak tahu diri…..dasar wanita mandul, bisamu
hanya merampas anak orang…!!!”
Bu Sari :”
maafkan ibu nak….ibu sudah tidak tahan mendengar semua ini. Ibu tidak
seharusnya diantara kalian…..ibu hanya menjadi beban dan penghalang.
Sari…., kau adalah anak yang baik. Kembalilah padanya, ibu sangat
bahagia engkau telah menjadi bagian hidupku. Meskipun tanpamu, ibu akan
mencoba jalani hidup ini. kembalilah nak….!ibu mohon padamu. ( kemudian
Bu surti pergi meninggalkan Sari dan bu Bagus)
Sari : “ ibu…..Sari tidak mau bu……., saya ingin bersama ibu….” ( sambil menangis)
Bu Bagus :” kembalilah pada ibu nak…! aku adalah ibu kandungmu”
Sari : “………(terdiam)
Bu Bagus :
“ Sari kau tak perlu menangisi wanita itu, Surti hanyalah wanita miskn
yang telah merampasmu dariku. Kemarilah Sari…..ibu sangat rindu dan
sangat sayang padamu”.
Sari : “ kau…..benarkah kau menyayangiku??? Tidak….tidak aku tidak mau kembali padamu. Bagiku ibuku adalah Bu surti”.
Bu Bagus : “ tapi aku telah melahirkan kamu nak, bukan buruh cuci itu”.
Sari :
“ baik, jika kau memang ibu kandungku apa yang kau berikan padaku
selama ini? Bukankah kamu hanya sibuk ke Perancis mencari harta saja”.
Bu Bagus : “ jangan berkata seperti itu pada ibu nak, kamu tidak tahu
bagaimana
penderitaanku selama ini. Ibu membanting tulang siang dan malam agar
kamu bisa di pandang oleh masyarakat, agar kamu tidak dicemooh
sebagaimana kamu anak seorang buruh cuci….”
Sari :”
Aku memang tidak tahu penderitaanmu selama ini, yang aku tahu dan aku
rasakan ibu Surti adalah ibu kandungku, dia yang selama ini merawatku,
membesarkanku dan telah memberikan kasih sayangnya kepadaku”.
Bu Bagus : “ sari, akulah ibu kandungmu….bukan wanita itu, dia hanyalah seorang pembantu yang telah menculik kamu “.
Sari : “ omong kosong itu semua, aku bahagia hidup degan ibu surti”.
Bu Bagus :”
bahagia kamu bilang, bagaimana mungkin kamu bisa bahagia hidupmiskin
bersama wanita itu, apa yang dia punya? Dia hanya seorang buruh cuci
lalu bagaimana dengan kebutuhanmu sehari-hari, bagaimana pendidikanmu.
Apa kamu tidak ingin belajar di luar Negeri seperti anak Bu Tejo. Dan
itu tidak bisa diberikan oleh wanita itu”.
Sari : “ materi terus yang kamu katakan!…..muak…..muak aku mendengarnya! Sebenarnya ibu macam apa kamu ini!”
Bu Bagus : “oh anakku, teganya kamu berkata seperti itu pada ibu kandungmu sendiri”.
Sari :
“ asal kamu tahu, bagiku harta bukanlah segala-galanya dan kasih sayang
seorang ibu telah aku rasakan dari ibu Surti, dia adalah kebahagiaanku
selama ini. Dan saat ini juga aku memutuskan untuk ikut dengan bu Surti
saja”.
Sari pergi meninggalkan Bu Bagus dan Bu Bagus menangis menatap kepergian Sari.
Bu Bagus :”…tidak Nak. Jangan lakukan itu pada ibu Sari…………(teriak), oh Tuhan, mengapa ini semua terjadi
padaku.
Anak yang aku lahirkan lebih memilih orang lain dari pada aku. Apa…
arti semua ini (sambil melepas semua perhiasannya) semua harta,
kekuasaan, dan popularitas yang aku dapatkan tidak bisa membawa anakku
kembali ke pangkuanku. Aku menyesal….aku sungguh menyesal ( sambil duduk
bersimpuh). Kalau tahu akhirrnya akan seperti ini aku tidak akan pernah
menyia-nyiakan anakku, maafkan aku anakku. Maafkan ibu yang tidak tahu
diri ini. (Bu Tejo menghampiri Bu Bagus dan berusaha menenangkannya)
Sari……..Sari………….Sari……….!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar